Rumah Pantura – Sofa kain? Ah, bosan, sudah biasa. Sofa kulit? Wah, mahal dan kesannya “berat”. Jenuh dengan sofa kulit atau kain? Tak perlu bingung! Sebab kini telah tersedia sofa dari bahan alternatif yang unik tampilannya.
Anda yang gemar menyusuri pameran-pameran furnitur, tentu pernah memperhatikan bahwa saat ini mulai banyak ditawarkan sofa-sofa yang bukan terbuat dari bahan kain atau kulit (baik asli maupun sintesis). Jika dipandang sepintas, wujud bahan pembuat sofa ini terlihat seperti pintalan atau anyaman. Dan ketika Anda amati lebih dekat, akan Anda temukan bahwa pintalan atau anyaman tersebut terbuat dari bahanbahan alami, seperti pelepah pisang, eceng gondok, rotan, batang kelapa, atau bambu.
Khusus untuk sofa rotan, sebetulnya sudah ada jauh-jauh hari—sekitar tahun 80-an—sebelum munculnya bahanbahan “new comer” tadi. Namun sofa rotan yang ditawarkan saat ini, garis desainnya lebih modern.
Tropis
Hampir semua bahan alternatif pembuat sofa tadi— pelepah pisang, eceng gondok, rotan, batang kelapa, juga bambu—berasal dari kekayaan alam tropis. Bahan-bahan ini banyak ditemukan di negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Bermuda, atau di beberapa negara benua Afrika, dan Amerika Selatan.
Sebagian bahan-bahan ini (bambu, rotan, dan batang kelapa) awalnya banyak dipakai sebagai material bangunan dan peralatan rumah tangga. Sedangkan sisanya (pelepah pisang, sabut kelapa, dan eceng gondok) tak lebih dari sekadar sampah dan gulma liar. Lambat laun, bahan-bahan tadi mulai dilirik keindahannya dan kemudian diolah serta dikembangkan sebagai elemen interior.
Bahan-bahan ini rata-rata dijemur, lalu dipintal, dipilin, dikepang seperti tambang, dirajut, atau dianyam seperti tikar, sebelum diproses lebih lanjut menjadi sebuah sofa. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan (dan bentuk lembaran) dari bahan dasar tersebut. Namun ada juga bahan alternatif yang bisa langsung dibuat menjadi sofa tanpa perlu menjalani proses seperti di atas, seperti bambu dan batang kelapa.
Tren
Menurut Prima Haris (konsultan desain interior), bisa dikatakan bahwa munculnya sofa alternatif yang hampir semuanya berasal dari bahan alami daerah tropis, kemungkinan besar dipicu oleh maraknya gaya natural dan etnik dalam tren penataan interior. Sebab, karakter yang dimunculkan oleh bahan-bahan alternatif tadi memang kental akan nuansa tropis yang natural, hangat, dan cenderung berkesan santai.
Karena karakter itulah, sofa dari bahan-bahan alternatif ini, umumnya bisa “masuk” ke banyak gaya penataan interior. Mulai dari gaya klasik, kolonial, sampai yang modern atau kontemporer. Apalagi kebanyakan garis desain sofanya dibuat simpel dan sederhana, karena ciri khas yang ingin ditonjolkan dari sofa berbahan alternatif ini adalah tekstur dan warna alaminya. Garis desain yang simpel dan sederhana tadi, membuat sofa jenis ini lebih fleksibel untuk dipadupadankan.
Kualitas dan Perawatan
Kualitas dari sofa berbahan alternatif ini, sangat tergantung dari proses pembuatannya. Utamanya yang paling berpengaruh adalah kadar kekeringan bahan. Semakin kering sebuah bahan,umumnya sofa yang terbentuk lebih tahan lama (tak mudah rapuh/dimakan rayap dan berubah bentuk). Satu hal yang memang harus diwaspadai adalah tingkat kelembaban yang tinggi di Indonesia. Ini menjadi musuh besar untuk jenis-jenis serat tumbuhan, kayu, dan bambu yang mampu menyerap air. Bahan-bahan seperti enceng gondok misalnya, cenderung getas dan tidak tahan lembab. Kecuali proses finishingnya baik atau menggunakan teknologi tertentu, sebaiknya sofa dari bahan-bahan alternatif ini diletakkan di tempat-tempat yang relatif kering (sebaiknya tidak untuk penggunaan di luar rumah).
Untuk perawatannya, tergantung juga pada kualitas proses pengeringan dan finishing-nya. Bahan alternatif yang berkualitas baik dengan tingkat kekeringan dan finishing yang baik, cukup dirawat dengan cara dikemoceng atau dilap dengan kain katun yang dilembabkan.
Selain itu, sofa-sofa dari bahan alternatif ini biasanya dilengkapi dengan dudukan yang terbuat dari busa berlapis kain. Untuk perawatan, lapisan kain yang bisa dilepas sebaiknya dicuci secara berkala (misalnya 1 bulan sekali), sementara busanya dipukul-pukul dan diangin-anginkan. (tabloid rumah 36)
Judul Artikel : Bahan Alternatif untuk Sofa